Aku terbangun seperti biasa. Menatap handphone
beberapa lama lalu melirik diam-diam ke arah jam. Menatap langit-langit kamar
yang sama. Letak lemari, rak buku dan tas juga masih
sama. Tak ada yang berbeda di sini. Aku masih bernapas, jantungku masih
berdetak, dan denyut nadiku masih bekerja dengan normal. Memang, semua terlihat
mengalir dan bergerak seperti biasa, tapi apakah yang terlihat oleh mata
benar-benar sama dengan yang dirasakan oleh hati?
Pagi yang dingin membuatku terus terdiam mencari kehangatan dengan selimut yang masih kupakai. Dan, tetap saja tak kutemukan kehangatan, tetap mengigil sendirian. Dengan kenangan yang masih menempel dalam sudut-sudut luas otak, seakan membekukan hati. Aku berharap semua hanya mimpi, dan ada seseorang yang membangunkanku. Sungguh, aku ingin tersadar dari bayang-bayang yang terlalu sering kukejar. Sekali lagi, aku masih sendiri, bermain dengan masa lalu yang sebenarnya tak pernah ingin kuingat lagi.
Pagi yang dingin membuatku terus terdiam mencari kehangatan dengan selimut yang masih kupakai. Dan, tetap saja tak kutemukan kehangatan, tetap mengigil sendirian. Dengan kenangan yang masih menempel dalam sudut-sudut luas otak, seakan membekukan hati. Aku berharap semua hanya mimpi, dan ada seseorang yang membangunkanku. Sungguh, aku ingin tersadar dari bayang-bayang yang terlalu sering kukejar. Sekali lagi, aku masih sendiri, bermain dengan masa lalu yang sebenarnya tak pernah ingin kuingat lagi.
Sudah tanggal 21. Seberapa
pentingkah tanggal dua puluh satu? Ya...
memang tidak penting bagi siapapun yang tak mengalami hal spesial di tanggal itu. Kita masuk
ke bulan Desember. Bulan
yang baru. Harapan baru. Mimpi yang baru. Cita-cita baru. Juga kadang, tak ada
yang baru. Aku hanya ingin kau tahu, tak semua yang baru menjamin kebahagiaan.
Dan, tak semua yang disebut masa lalu akan menghasilkan air mata. Aku begitu
yakin pada hal itu, sampai pada akhirnya aku tahu rasanya perpisahan. Aku tahu
rasanya melepaskan diri dari segala hal yang sebenarnya tak pernah ingin
kutinggalkan. Aku semakin tahu, masa lalu setidaknya selalu jadi sebab. Kamu,
yang dulu kumiliki tak lagi bisa kugenggam dengan jemari.
Kita berpisah, tanpa alasan yang jelas, tanpa
diskusi yang jelas. Iya,
berpisah, begitu saja. Seakan-akan semua hanyalah masalah sepele, bisa begitu
mudah disentil oleh satu hentakkan kecil. Sangat mudah, sampai aku tak
benar-benar mengerti, apakah kita memang telah benar-benar berpisah?
Aku mulai berani melewati banyak hal bersamamu.
Kita habiskan waktu, dengan langkah yang sama, dengan denyut yang tak
berbeda, begitu indah, tanpa cela,
tanpa cacat. Sempurna. Dan, aku bahagia. Bahagia? Benarkah aku dan kamu pernah
merasa bahagia? Jika iya, mengapa kita memilih perpisahan sebagai jalan keluar?
Jika bahagia adalah jawaban, mengapa aku dan kamu masih sering bertanya-tanya?
Pada Tuhan, pada manusia lainnya, dan pada hati kita sendiri. Kenapa harus kau
ubah mimpi menjadi api? Mengapa kau ubah pelangi menjadi petir?
Mengapa harus kau ciptakkan luka,
jika selama ini kau merasa kita bahagia?
Kegelisahanku sangat meningkat,
ketika aku memikirkanmu, ketika aku memikirkan pola makanmu, juga bagaimana
kesehatanmu. Aku
bahkan masih mengkhawatirkanmu, masih diam-diam mencari tahu kabarmu.
Seharusnya, aku tak perlu merasa seperti itu, karena kau masa lalu, karena kita
tak terikat apa-apa lagi. Dan sekarang pun kamu
telah memunyai penggantiku. Benar, akulah yang bodoh, yang tak memutuskan diri
untuk segera berhenti. Aku masih berjalan, terus berjalan, dengan penutup mata
yang tak ingin kubuka. Semuanya gelap, tanpamu... kosong.
Ternyata, hari berlalu dengan sangat cepat.
Sudah berapa lama kita berpisah. Salahku, yang terlalu perasa. Salahku, yang
mengartikan segalanya dengan sangat berani. Aku terlalu berani mempercayakan hatiku untukmu, tapi kamu tinggalkan
begitu saja.
Setelah perpisahan itu, hari-hari yang kulalui masih sama. Aku masih mengerjakan rutinitasku. Dan, aku mulai berusaha mencari penggantimu. Mereka berlalu-lalang, datang dan pergi, ada yang diam berlama-lama, ada yang hanya ingin singgah. Semua berotasi, berputar, dan berganti. Namun, tak ada lagi yang sama, kali ini semua berbeda. Tak ada kamu yang dulu, tak ada kita yang dulu. Ya, semua kenangan memang berasal dari masa lalu tapi tetap punya tempat tersendiri di hati yang sedang bergerak ke masa depan.
Hidupku tak lagi sama, dan
aku masih berjuang untuk melupakan sosokmu yang tak lagi terengkuh oleh
pelukkan. Padahal, aku masih jalani hari yang sama, aku masih menjadi diriku,
dan jiwaku masih lekat dengan tubuhku. Tapi, masih ada yang kurang dan berbeda, yaitu KAMU. Dan sekarang sudah tanggal 21 Desember kan? Ya! Happy
Anniversary 2th failed for my past.
0 komentar:
Posting Komentar