Lagi... Tentang Aku dan Kamu "21"



Ini bukan yang pertama, duduk sendirian dan memerhatikan beberapa tulisan berlalu-lalang. Setiap abjad yang tersusun dalam kata terangkai menjadi kalimat, dan entah mengapa sosokmu selalu berada di sana. Ini bukan yang baru bagiku, duduk berjam-jam tanpa merasakan hangatnya perhatianmu melalui pesan singkat. Kekosangan dan kehampaan sudah berganti-ganti wajah sejak lama, namun aku tetap menunduk, mencoba tak memedulikan keadaan.

Tentu saja, kamu tak merasakan apa yang kurasakan, juga tak memiliki rindu yang tersimpan rapat-rapat. Aku sengaja menyembunyikan perasaan itu, agar kita tak lagi saling menganggu. Bukankah dengan berjauhan seperti ini, semua terasa jadi lebih berarti? Seakan-akan aku tak pernah peduli, seakan-akan aku tak mau tahu, seakan-akan aku tak miliki rasa perhatian. Bagiku, sudah cukup seperti ini, cukup aku dan kamu, tanpa kita.

Hanya cerita sederhana yang mungkin tak ingin kau dengar sebagai pengantar tidurmu. Kamu tak suka jika kuceritakan tentang air mata kan? Bagaimana kalau kualihkan air mata menjadi senyum pura-pura? Tentu saja, kau tak akan melihatnya, karena yang ku tahu kamu tidak peka. Dan, mungkin saja sifat burukmu masih sama, walaupun kita sudah lama berpisah dan sudah lama tak saling bertegur sapa.

Entah mengapa, akhir-akhir ini sepi sekali. Aku seperti berbisik dan mendengar suaraku sendiri. Namun, aku masih saja heran, dalam gelapnya malam ternyata ada banyak cerita yang sempat terlewatkan. Ini tentang kita. Ah... lagi lagi kita. Mungkin sekarang kamu pasti sedang membuang muka, tak ingin membuka luka lama tentang kita lagi. Aku pun juga begitu, tak ingin menyentuh bayang-bayangmu yang semakin samar-samar, tak ingin mereka-reka senyummu yang tidak lagi seindah dulu, yang pernah aku dapatkan saat aku dan kamu masih menjadi kita.

Kalau boleh aku jujur, kata "DULU" begitu akrab di otak, pikiran, dan telingaku. Seperti ada sesuatu yang terjadi, sangat dekat, sangat mendalam, sangat indah, sampai-sampai tak mampu terhapus begitu saja oleh waktu dan jarak. Sudah kesekian kali, aku diam-diam menyebut namamu dalam sepi meskipun aku tau kalau aku tidak berhak untuk seperti itu.
Wajah baruku bisa kaulihat sendiri kan? Terlihat lebih baik dan lebih ceria daripada saat awal perpisahan kita. Bicara tentang perpisahan, benarkah kita memang telah berpisah? Benarkah kita sudah saling melupakan? Sedangkan kata “putus” pun tak ada keluar dari mulut kita saat itu. Jika memang ada kata "saling", tapi mengapa hatiku masih ada namamu? Dan, mengapa hingga saat ini kamu tak benar-benar menjauh? Kadang, jarak tak menjadi alasan untuk kita saling berbagi. Dalam serba ketidakjelasan, aku dan kamu masih saja menjalani... menjalani sesuatu yang tak tahu harus disebut apa. Tapi, katamu, masih ada rasa nyaman ketika kita kembali berdekatan. Terlalu tololkah jika kau kusebut belahan jiwa? Keterikatan aku dan kamu tak ada dalam status, tapi jiwa kita, napas kita, kerinduan kita, miliki denyut dan detak yang sama. Ahhh!

Sebentar lagi tanggal 21 Desember. Ingat apa yang kita lakukan 2 tahun yang lalu? 

Kamu mengantar ku pulang lalu di depan rumahku kamu menanyakan jawabanku. yaaaa! Dengan perasaan yang dagdigdug langsung saja aku jawab IA aku mau jadi pacarmu. Sejak itulah aku dan kamu mengikat janji bersama, mulai menjalani suka duka dari kisah cinta kita.

Memang saat itu aku dan kamu menjadi kita. Indah. Tapi, masa lalu, dulu. Sudah kubilang dari awal kan, "dulu" itu memang menyenangkan. Dan saat ini aku merindukan kenangan dulu.

2 komentar:

Muhid Ar-Rauuf mengatakan...

Nida apa kabar,,semakin kreatif ajja nih buat postingannya

Nida Aulia mengatakan...

baik. makasih banyak ya

Posting Komentar


up