Terimakasih Sipit


"Terkadang, suatu hubungan bisa saja tiba-tiba putus walau tanpa kata putus."

"Anak kita nanti 3 ya, yang pertama cowok." Ucapnya lugu. Aku hanya membalas perkataannya dengan tawa kecil yang tidak memekikan telinga.

"Tapi aku maunya 2, kan kaya program pemerintah. Tapi tapi aku nurut sama kamu aja yah. Emm mereka pasti jadi anak yang baik, tumpuan segala harapan kebaikan." Aku menanggapi pendapatnya, nampaknya dia sangat suka dengan ucapan yang kulontarkan tadi. Lalu, kami saling tertawa bersama.


Ya, pembicaraanku dengannya selalu saja berat, selalu saja tidak seperti pembicaraan orang yang sedang berpacaran. Seringkali kami berdiskusi banyak hal, persoalan yang awalnya buta dan gelap menjadi hal yang terlihat dan terang. Itulah masa yang tidak pernah aku temukan lagi saat ini, karena selalu saja masa lalu yang kita inginkan kembali, tidak akan pernah kembali.
Dia seorang pelajar. Bermata sipit, berhidung cukup pesek, berkulit putih, dan wajahnya memang tercipta sangat oriental.

Semua berjalan begitu absurd, tapi tak dapat dipungkiri bahwa segala hal yang kita lewati memang mengalir begitu indah. Dia mengatakan bahwa dia tak pernah sebahagia itu pada wanita, kecuali pada saya. Ya, awalnya dia memang sangat dingin, seringkali menghilang, seringkali berbicara seenak jidatnya, tapi semua bisa terlampaui begitu sukses, dia berubah, dia menjadi begitu indah. Itulah yang kami sebut cinta, mampu mengubah seseorang menjadi pribadi yang lebih baik.
Saya adalah ciri-ciri wanita yang agak sedikit penuntut. Mungkin sedikit kekanak-kanakan. Ya kami saling jatuh cinta atas dasar kasih. Seringkali cinta menciptakan penuntutan, penuntutan untuk mengubah pribadi menjadi lebih baik. Saya sangat menghargai seorang pria yang mau berubah untuk hal yang baik.



Dia pernah jadi seseorang yang penting dalam hidup saya. Dia pernah menjadi penenang amarah saya, dia pernah menjadi penyebab dari senyum saya, tapi itu dulu, masa dimana masih ada dia, masa dimana hanya ada tawa dan senyum malu-malu yang menghiasi perjalanan kita. Dia mengenalkan saya pada dunianya. Ya, dia mengajari dan mengayomi saya, dia tahu persis bagaimana memperlakukan perasaan saya.
Jelas, kami pernah bertengkar hebat. Hingga beberapa hari kami tak saling berhubungan, tapi cinta tetaplah cinta, rindu tetaplah rindu, sulit untuk disembunyikan dan dilupakan. Saya tahu ini yang namanya cinta, selalu punya alasan untuk memaafkan.
Pertengkaran kecil kami yang detailnya tidak pernah saya lupakan, seringkali menggelitik rindu setiap mengingatnya.
Ah, tapi yah, sekali lagi saya katakan semua hanya kenangan, semua hanya pecahan puing-puing retak yang terpecah dari asalnya. Dia menjalani hidupnya sendiri, sayapun harus menjalani hidup saya sendiri. Memang tidak pernah terpikirkan dan tergambarkan bahwa kita akan berpisah, karena semua mengalir dengan begitu indah. Tapi, ya memang semua harus berakhir, walau tanpa kata pisah dan kata putus, walau tanpa kalimat perpisahan dan kalimat mengakhiri. Terkadang, suatu hubungan bisa saja tiba-tiba putus walau tanpa kata putus.
Sekarang, dia mungkin telah menemukan pilihannya. Saya tak perlu tahu apakah dia bahagia dengan pilihannya, yang saya tahu cerita kita pernah ada, walaupun memang sudah berakhir. Terimakasih pernah mengharapkan saya sebagai ibu dari anak-anakmu. 

0 komentar:

Posting Komentar


up