“Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya” (QS. ‘Abasa 80: 24)
Apa yang kita pikirkan ketika melihat sebungkus nasi warteg? Menu
makanan dengan komposisi nasi, sayur, dan lauk pauk sederhana itu
mungkin akan berlalu saja dalam benak kita. Ia akan teringat ketika
perut melapar, dan terlupa ketika sudah mengenyang. Tak banyak berpikir
panjang, apa, bagaimana, dan mengapa tentang makanan.
Sungguh, maha besar Allah yang telah mendesain sedemikian apik
apa-apa yang diciptakan-Nya. Tak terkecuali makanan yang kita konsumsi.
Nasi mengandung karbohidrat yang dapat dicerna menjadi gula bernama
glukosa (gula darah). Gula sederhana ini kemudian dimanfaatkan langsung
oleh sel tubuh dengan mengubahnya menjadi energi. Ternyata, sebutir
begitu berarti. Tak hanya nasi, lauk pauk seperti tempe dan daging juga bermanfaat.
Daging mengandung lemak, cadangan energi terbesar tubuh. Pun, keduanya
mengandung protein yang berfungsi sebagai zat pembangun.
Protein
dibutuhkan untuk regenerasi sel sehingga tetap prima dan terbarukan. Ia
juga digunakan untuk membuat hemoglobin si pembawa oksigen. Bayangkan
jika tak ada protein dalam makanan. Boleh jadi, kulit akan mengeriput
dan oksigen tak bisa diangkut. Apabila kondisi ini berlanjut, insya
Allah kematian segera menjemput.
Sayuran mengandung mineral dan vitamin. Meskipun dibutuhkan dalam
jumlah sedikit, keduanya menentukan kinerja sel dan organ tubuh. Tanpa
mineral, tulang akan keropos. Bahkan luka akibat terjatuh sepeda pun
tak akan mengering lantaran tak ada vitamin. Subhanallah, tidak
sepatutnya manusia lupa memikirkan segala kenikmatan ini, apalagi
mendustakannya, sebagaimana peringatan Allah: “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS Ar Rahmaan 55:13)
Selain perintah memikirkan makanan yang kita makan, Allah juga
memberi sejumlah aturan bagaimana seharusnya kita makan. Hal ini
menegaskan bahwa Allah sangat sayang kepada manusia.
Di antara aturan itu adalah, “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu
yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan jangan
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan”. (QS. Al A’raaf, 7:31)
Meskipun hukumnya mubah (boleh), makan tidak boleh berlebih. Kita
perlu mengatur diri dalam komposisi zat gizi maupun pola konsumsi.
Perilaku berlebihan tidaklah dianjurkan Islam, tak terkecuali dalam hal
makanan.
Orang yang hanya menuruti nafsu sehingga berlebihan dalam makan akan
menjadi gemuk. Berdasarkan penelitian London School of Hygiene and
Tropical Medicine baru-baru ini, orang yang berat badannya lebih besar
berpotensi merusak lingkungan. Tidak tanggung-tanggung, kerusakan yang
timbul berupa Global Warming (Pemanasan Global).
Para Ilmuwan mendasarkan penelitian mereka pada fakta bahwa orang
yang gemuk membutuhkan banyak makanan. Meningkatnya produksi makanan
dapat memperbanyak jumlah gas yang dikeluarkan oleh pabrik. Disamping
itu, energi yang dibutuhkan alat transportasi bermesin untuk mengangkut
orang gemuk ternyata lebih besar daripada yang dibutuhkan orang kurus.
Karena energi berbanding lurus dengan jumlah bahan bakar,
penggunaannya yang berlebih turut mempertinggi emisi gas ke lingkungan.
Gas emisi dapat berupa karbon monoksida maupun karbon dioksida. Dalam
jumlah berlebih, keduanya sama berbahaya. Karbon monoksida akan merusak
lapisan ozon sedangkan karbon dioksida meningkatkan suhu permukaan bumi
dan menyebabkan efek rumah kaca (green house effect).
Dari makanan, Allah memberi berlimpah nikmat kebaikan kepada
manusia. Namun dari makanan pula, manusia yang memakannya tanpa
mengikuti aturan Allah justru akan menimpakan petaka kepada dunia.
Bencana ini Allah timpakan agar manusia menyadari kekeliruannya dan
kembali mengikuti aturan Allah. Hal ini sebagaimana Allah serukan: “Telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS Ar Ruum 30:41).
0 komentar:
Posting Komentar